The Four Fingered Pianist

Rabu, Oktober 05, 2011

Judul:The Four Fingered Pianist
Penulis: Kurnia Effendi
Penyunting: Hermawan Aksan; Suhindrati a. Shinta
Penyelaras aksara: Gita Romadhona, Nani
Pewajah Sampul: Windu Budi
Penata Letak: Alia Fazrillah
Penerbit: Hikmah (PT Mizan Publika) April 2008
ISBN: 9789791141512

Saya mengira buku ini adalah buku tentang musik karena melihat judulnya The Four Fingered Pianist. Saya juga mengira di dalamnya akan dibahas tentang karya-karya para pemusik yang dimainkan oleh pianis. Ternyata dugaan saya tidak sepenuhnya benar. Buku ini lebih menceritakan bagaimana keras dan sulitnya hidup. Kenyataan hidup seringkali begitu kejam tanpa pernah berkompromi.

Hee Ah Lee dan ibunya, Woo Kap Sun adalah tokoh sentral buku ini. Hee Ah Lee yang terkenal dengan pianis 4 jari (The Four Fingered Pianist) terlahir di dunia pada 9 Juli 1985 di Pusan, Korea Selatan. He Ah Lee adalah putri yang dinanti-nantikan oleh Woo Kap Sun dan Wun Bong Lee dalam 7 tahun perkawinan mereka. Profesi Woo Kap Sun sebagai perawat itulah yang mempertemukan dirinya dengan Wun Bong Lee, dimana saat pecang perang Korea, Wun Bong Lee yang bekerja sebagai tentara, terluka dan dirawat oleh Woo Kap Sun. Bahtera perkawinan mereka benar-benar diuji. Sebagai seorang suami, Wun Bong Lee tidak dapat bekerja selayaknya kepala rumah tangga. Akibat sakitnya, Bong Lee mengalami kelumpuhan yang menyebabkan ia hanya berbaring di tempat tidur. Woo Kap Sun terus bekerja sebagai perawat. Seperti umumnya perawat, ada jadwal bertugas pagi-siang-malam. Seringkali Kap Sun mengalami pusing jika bertugas malam, karena itu ia meminum obat pereda rasa sakit kepala. Ia tidak menyadari bahwa telah ada janin di rahimnya, dan ia masih mengonsumsi obat sakit kepala. Dokter dan keluarga besar telah menyarankan agar menggugurkan janin itu, sebab telah terdeteksi bahwa Kap Sun akan melahirkan bayi yang cacat. Namun ia tetap mempertahankan bayinya.


Bayi berwajah bulan tersebut diberi nama Hee Ah Lee. Hee berarti sukacita atau kegembiraan, dan Ah adalah tunas pohon yang terus tumbuh. Lee adalah nama keluarga. Harapannya, sukacita akan terus bertumbuh seperti tunas pohon. Itulah keyakinan sang Ibu, meski mendapat tekanan dari pihak keluarga agar Hee Ah Lee dirawat di negara lain yang lebih canggih peralatannya, Woo Kap Sun tetap berkeyakinan ia akan mampu membesarkan Hee Ah Lee.

Hee Ah Lee terlahir dengan kondisi fisik yang tidak sempurna. Tangan dan kakinya mengalami pertumbuhan yang tidak normal. Bentuk tangan dan kakinya seperti capit kepiting. Jadi, jumlah jarinya hanya berjumlah delapan. Kelainan bentuk tangan dan kaki itu disebut lobster claw syndrome. (LCS) LCS atau Split hand/foot malformation (SHFM)adalah sebuah keanehan dimana jari tengah tidak mampu berkembang dengan baik. Kejadian seperti ini sangat jarang, terjadi 6 kasus dalam 10.000 kelahiran. Pada dasarnya, penyebabnya adalah kelainan gen, dimana dalam kromosom yang berisikan gen DLX5 dan DLX6 tidak mampu mengontrol pertumbuhan bagian tubuh tertentu. Kasus yang terkenal penyandang LCS adalah Stile Family. Beberapa generasi keluarga ini menyandang LCS, namun kisah sedih mewarnai keluarga ini. Grady Stiles menembak calon menantunya, dan Grady sendiri dibunuh oleh anak tirinya karena melakukan kekerasan di keluarganya.

Bagi orang penyandang LCS hidup dengan kekurangan fisik tersebut tidaklah mudah. Tantangan terbesar justru datang dari orang-orang terdekat. Bree Walker, seorang penyiar, berhasil menyembunyikan tangannya dari kamera selama 20 tahun ketika bertugas siaran di Southern California Cast. Ketika kecil saudaranya mengejeknya dengan mengatakan pada Walker bahwa satu-satunya pekerjaanya adalah di karnaval menjadi tontonan aneh.

Kata kunci kesungguhan Hee Ah Lee dalam menaklukkan keunikannya adalah kasih dan ketekunan. Kasih yang luar biasa besar memancar tak henti dari ibunya, sementara dengan ketekunan berlatih piano ia bisa memainkan karya-karya sulit seperti Fantasie Impromptu karya Frederic Chopin. Awalnya. bermain piano adalah terapi bagi Hee Ah Lee. Bermain piano dimaksudkan untuk melatih otot-otot motorik Lee, kemudian ibunya memutuskan untuk memberi latihan serius pada Ah Lee.

Bukan hal yang gampang bagi ibunya untuk mengenalkan piano kepada Ah Lee. Ibunya pernah merasa bersalah karena terlalu memaksakan putrinya belajar piano, sementara Ah Lee tidak menikmati jam-jam latihan tersebut. Selama empat tahun setelah terakhir naik pentas, praktis piano di rumah mereka tak pernah lagi terdengar dentingannya. Sampai suatu ketika kedatangan seorang wartawan ke kediaman mereka untuk meliput Ah Lee. Oleh sebuah siraman cahaya untuk menaikkan kualitas foto, dari sanalah kembali semangat berlatih Ah Lee kembali muncul.

"Dari situlah, saya benar-benar tahu bahwa Hee Ah lebih suka naik pentas ketimbang latihan" kata sang ibu.

Pengakuan dan penghargaan. Barangkali itu semacam minuman segar di kala dahaga, atau curahan hujan di kala kering kerontang. Tidak terhitung berapa volume air mata yang telah tertumpah, berapa kali Woo Kap Sun memarahi putrinya, tak terhitung berapa banyak Woo Kap Sun memeluk putrinya memberi semangat, tidak terkatakan lagi berapa banyak doa dipanjatkan. Tetapi satu titik dimana semua kesukaran hidup seolah menjadi sirna melihat ada keindahan di balik semuanya itu. Satu hal yang membuat Woo Kap Sun berbahagia adalah melihat semua kerja keras dan usahanya membuahkan sesuatu bertumbuh seperti tunas pohon dengan gembira.

Kembali pada pertanyaan mendasar, mengapa musik terutama lewat alat musik piano bisa sebagai alat terapi? Dari sebuah artikel, dapat diketahui hal-hal sebagai berikut:

1. Timbre (warna suara), rhythm (irama) dan berbagai variasi harmonis yang banyak dengan jangkauan nada piano adalah elemen untuk menghasilkan respons terhadap terapi mulai dari bayi prematur hingga orang dewasa.
2. Hasil penelitian sebuah studi menunjukkan bahwa bayi prematur yang berat badannya masih kurang setelah didengarkan Brahm's Lullaby dan the Moonlight Sonata berdampak pada meningkatnya nafsu makan dan tidur mereka yang akhirnya menambah berat badan mereka.
3. Penelitian Robin (1997) menunjukkan bahwa sebuah aransemen piano yang baik dapat menciptakan lingkungan musik yang kondusif bagi anak, sehingga tercipta kreativitas dan kapasitas intelektual.
4. Pekerjaan menghafal partitur dan belajar bagian-bagian musik bertujuan agar menikmati bagaimana indahnya sebuah musik.
5. Terlibat langsung dalam musik agar dapat menikmati musik dengan bermakna.
6. Para penyandang Alzheimer memberikan resposn pada lagu yang terdiri dari iringan
musik (piano) dan pola tertentu pada aktivitas bernyanyi alih-alih lagu yang monoton.

Inilah keajaiban musik. Musik dengan segala keindahannya telah tersedia. Mulai dari sebagai terapi, membangkitkan semangat, menyampaikan pesan, ucapan syukur, doa, musik menjadi penghubung antara manusia dengan keindahan. Kita kagum pada aransemen musik-musik indah, pada pemain musik hebat, pada kerja keras Hee Ah Lee serta Woo Kap Sun, namun terlebih pada Sang Keindahan itu sendiri.

@hws05102011

You Might Also Like

0 komentar