Cerita Segelas Kopi

Senin, Februari 13, 2012

Judul: Cerita Segelas Kopi Lessons from Love, Life, and Loss
Penulis: Melanie Subono
Desain Sampul: Marsha Gratiana
Penerbit: Penerbit Qanita (PT Mizan Publika)
Tahun: 2011 (November)
ISBN: 9786029225334

Trimakasih kepada para pedagang Timur yang telah memperkenalkan kopi ke nusantara pada awal abad 17. Kopi ini juga yang menjadikan VOC tertarik untuk mengekspornya dari Batavia ke Eropa. Dan sampai sekarang, kopi tetap memesona dengan wangi dan rasanya. Ketika orang-orang membicarakan sesuatu topik obrolan dengan secangkir kopi, saya pernah bercakap-cakap dengan ibu saya ketika membuat kopi dari mulai biji ke menjadi bubuk kopi yang siap diseduh. Untuk komoditas yang sama dengan pengalaman berbeda.

Melanie menulis buku ini dari kumpulan tulisannya di blog pribadinya di sini Kegelisahannya tentang makna hidup yang berguna tergambar pada sebuah pertanyaan yang membuatnya ia terdiam: "Mba, kalau besok mati, mau diinget sebagai apa sama orang? Apa yang udah Mba lakuin slama ini?" hal itu mungkin selaras dengan apa yang dikatakan oleh Reshad Field: "Benar-benar mengetahui  dan menerima bahwa tubuh ini mati, dan hanya inilah satu-satunya waktu yang kita miliki, adalah senjata paling dahsyat yang mungkin kita punya." Bicara perihal kematian, itu sesuatu yang pasti. Karena itu, memaknai hidup yang terbatas, Melanie berbagi hidup melalui tulisan.


Topik-topik yang ditulis oleh Melanie adalah seputaran hidupnya. Hidupnya sebagai wanita, sebagai istri, sebagai anak, sebagai asisten pribadi artis mancanegara, sebagai pekerja seni, sebagai rakyat Indonesia, dan terutama sebagai manusia.Tulisan tersebut mencerminkan apa yang dialami oleh Melanie, termasuk orang-orang di sekitarnya. Pada tulisan berjudul Doa, ia mengisahkan tentang apa makna dari sebuah ulangtahun bahwa kepedulian lebih penting dari umur panjang. Pada tulisan yang berjudul "Nasiowhat" Melanie menunjukkan contoh-contoh nyata yang bisa harusnya dilakukan orang Indonesia tanpa harus dengan slogan "Indonesia Harus Menang" dalam konteks pesta olahraga Sea Games Tahun 2011 lalu.

Bagaimana Melanie memandang untuk menghargai kehidupan. Dalam "Aset Sekali Seumur Hidup", ia menekankan pentingnya peduli pada hidup dengan mengindahkan aturan-aturan keselamatan berkendara seperti mengenakan seatbelt, tidak mengebut di jalanan. Tentang pecapaian dirinya terlihat bahwa apa yang diraihnya bukanlah melalui kerja yang sebentar dan instan. Semuanya ia peroleh dengan kerja keras dan perjuangan. Dari tulisannya ini saya baru mengetahui kalau ia pernah menjadi asisten pribadi Mariah Carey. Ia berkisah menjadi asisten Mariah selama tiga hari rasanya sama dengan tiga bulan. Tentunya kiasan tersebut tidak bermakna bahwa selama tiga hari ia mengenal tiga bulannya Mariah, tetapi lebih pada kelelahan fisik dan mental dalam hal melayani kebutuhan sang artis yang kadangkala di luar logika, seperti mencari puluhan orang untuk mengelu-elukan Mariah di tempat-tempat yang dilalui oleh Mariah. Tentang karirnya di dunia musik, ia menceritakan kalau musik adalah dunia yang tidak dapat dipisahkan dari hidupnya, sampai kapanpun. Dengan bermusik ia dapat menyalurkan tentang semua apa yang dilihat, dirasakan, dan dipikirkannya. Dan iapun menjalani kehidupan bermusiknya dengan tidak mudah, walaupun dengan sangat bisa ia bisa menggunakan nama besar ayahnya, tetapi ia tidak melakukannya dengan alasan: idealisme.

Buku ini menjadi begitu personal karena Melanie menyapa para pembacanya dengan kata-kata sobat, elo, dan ia menulis dengan gaya yang menurut saya melompat dari satu pikiran ke pikiran lainnya tanpa mesti patuh pada aturan-aturan kesejajaran antar paragraf. Selain itu ada berbagai foto Melanie bersama para tokoh terkenal seperti Mariah Carey, Michelle Branch, Christina Millian yang boleh jadi adalah kebanggaan akan kerja keras dan pembuktian pencapaian idealisme.

Berhubung karena tulisan ini melompat dari topik ke topik lainnya, saya merasa kehilangan apa yang ada di benak Melanie melihat Indonesia ketika ia berada di luar negeri baik ketika ia sekolah maupun berkarir. Lalu, apa pandangan para orang luar terhadap Indonesia? Barangkali dengan pengalamannya pernah sebagai wartawan, adalah suatu hal yang bagus bila ia menuliskan hal tersebut.

Selain itu, yang paling saya tunggu tidak ada dalam buku ini. Apa itu? ternyata tidak ada satu tulisanpun yang membahas tentang kopi dan mengapa ia memberi judul cerita segelas kopi (dan mengapa mesti segelas?) tidak saya temukan di bagian buku ini. Tetapi paling tidak dalam menghabiskan membaca buku ini, saya menikmatinya dengan segelas kopi dari Tanah Gayo bersama beberapa keping roti gandum yang kemudian menjadikan jantung saya berdebar karena pengaruh kafeinnya :)

Helvry | 13 Februari 2012

Pake kamera HP, jadinya jelek

You Might Also Like

6 komentar

  1. bagi dunk Kopi Gayo nya ^^

    penulisannya masih sama kyk dua buku penulisannya ya? pinjem bukunya dunk bang Epi :D

    BalasHapus
  2. suka melanie kalo ngebahas soal pekerjaannya, seru walau melelahkan :))

    BalasHapus
  3. @Azia: AKu malah belum pernah baca buku beliau yang lain, dan ini juga buku pinjeman, :o

    @Sulis: iyah..sepertinya aku berkesan dia ngotot banget dengan profesinya

    BalasHapus
  4. Nggak nyangka Melani Subono ternyata punya karya dalam tulisan :)
    Sepertinya dari resensi yang ada, buku ini cukup menarik dimana mempertanyakan arti dari kehidupan, sesuatu yang selama ini banyak terjadi pada kita sebagai manusia :)

    BalasHapus
  5. Waktu liat judul ini disisi blog, entah knp tertarik banget untuk baca. Jadi penasaran mau baca langsung bukunya. Belum terlihat titik konflik di resensi ini, jd mau baca lgsg. Dan mau lihat gaya penulisannya:)

    BalasHapus
  6. Baca review ini bikin aku bisa mengerti apa isi buku tersebut. Menarik juga. Dan sepertinya banyak ilmu hidup yang bisa kita petik.

    BalasHapus